PBSI dan Dapur Sastra Raih Tiga Piala Dalam Satu Pekan

UNIKU JAYA – Satu berjaya di nasional dan dua berjaya di wilayah, para mahasiswa terus berkreasi dalam kesenian. Tiga prestasi tersebut adalah juara harapan lomba Musikalisasi Puisi Helvy Tiana Rosa tingkat nasional atas nama Dapur Sastra. Juara 2 lomba Pasanggiri Jaipongan Menuju Bentang Jabar kategori rampak atas nama Dapur Sastra dan juara 1 lomba Pasanggiri Jaipongan Menuju Bentang Jabar kategori tari tunggal atas nama Dewi Listiawati. Hadirnya tiga piala ini diungkap oleh semua peserta telah melalui proses yang panjang.

Arip Hidayat selaku dosen Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) dan pimpinan produksi dalam lomba Musikalisasi Puisi Helvy Tiana Rosa, mengungkapkan, bahwa lomba ini sudah diikuti oleh Dapur Sastra sebanyak dua kali. “Pada kali pertama di tahun 2019 Dapur Sastra meraih juara tiga dengan membawakan puisi Hayya. Di tahun 2020 ini sekaligus merayakan ulang tahun Helvy Tiana Rosa selaku penyair beliau mengadakan kembali lomba musikalisasi puisi untuk ulang tahunnya yang ke 50 tahun,” ungkapnya.

Berbekal pengalaman tersebut, Arip Hidayat selaku pimpinan produksi menunjuk Endro Setiana mahasiswa Prodi PBSI Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) tingkat tiga (3) untuk menjadi pengaransemen musik dan memilih puisi untuk dilombakan. “Puisi Berjudul Selalim Apa Engkau dari antologi puisi Puisi-puisi yang Melepuh di Mataku”, Endro kemudian membentuk tim pemusik dan melakukan analisis puisi untuk memperdalam makna dan pemahaman terkait puisi yang dipilih,” ujarnya.

Masih menurutnya, ada hal unik saat menemui Endro Setiana, keinginan ia dalam analisis dan menggali banyak hal dari musik begitu besar. “Untuk lomba pertama Endro mengemukakan meminta izin ke saya (Pak Arip) untuk berangkat ke Palestina agar saya bisa merasakan bagaimana pedihnya puisi yang dipilih. Namun hal itu ditahan, proses musikalilisasi harus segera digarap dan Endro harus mencari jalan lain dalam analisis, dan itu Endro dapatkan dari kenyataan dijalanan dari mereka yang lapar dan sedikit dari video,” tuturnya.

Dalam proses aransemen musik puisi Selalim Apa Engkau ini endro juga teliti dan memiliki cara unik dalam memandang musik. Endro melihat musik harus keluar dengan sendirinya dan menciptakan harmoni, bukan hanya ketukan yang mengisi sebuah irama. “Terlebih dari segi vokalis dalam pengucapan bunyinya harus natural dan merasakan kedalaman makna apa yang ia ucapkan dalam nada. Seperti pengucapan laillahailallah yang harus membuat Faiz sebagai vokalis berulangkali bertemu ustad untuk mendalami satu makna saja,” ujarnya.

Dari proses analisis sampai aransemen musik mereka membutuhkan waktu satu bulan setengah untuk menemukan padanan musik dan kemudian direkam secara digital. Dalam proses rekamanpun sempat beberapa kali diulang karena menurut Endro masih ada beberapa komposisi musik yang harus ditambahkan sampai akhirnya dua Minggu sebelum batas pengumpulan musik selesai.

“Sembari Endro merancang musik “Saya”, sambung Arip sapaan akrabnya,  mempersiapkan, konsep untuk video. “Kami sebenarnya mengajukan konsep yang berbeda yaitu adanya lukisan glow in the dark  yang dilukis oleh Dimas ART (mahasiswa Prodi Manajemen tingkat satu). Lukisan ini akan menyala ketika malam. Jika melihat vidio itu bukanlah proses editing tapi sebenanrnya adalah lukisan asli yang direkam dengan memainkan proses pencahayaan sehingga menyala ketika gelap,” ujarnya.

Lebih jauh, ujar Sekretaris Prodi PBSI itu, menjelaskan, konsep dan proses dalam musikalisasi puisi ini membuahkan juara harapan 1 di tingkat nasional dari total peserta lomba berjumlah 99, baik dari individu dan kelompok. “Pengumuman tersebut diumumkan oleh instagram @puisihelvy pada selasa 10 Maret 2020. Dalam tim ini selain Endro dan Dimas terdiri dari Hilman, Agis N, Hamdan, Deden, Ipan Jante,  Muhamad Faiz, Asep, Tipani Kautsar, Galang, Bagus Mubarok, Panji Antapani,Asep Perianto, Mahmud Yunus, dan Andriyana,” jelasnya.

Sebelum pengumuman ini, pada hari Minggu 8 Maret 2020, Suci dan Ririn juga mempersembahkan satu buah piala atas nama Dapur Sastra dalam acara Pasanggiri Jaipongan Menuju Bentang Jabar dalam kategori rampak yang mendapatkan juara  dua.

“Dalam hal ini, proses yang mereka lakukan juga cukup menguras tenaga. Proses latihan dan kerja keras mempadupadankan gerak tubuh dengan musik mereka lakukan dengan teliti, ditambah pada kategori rampak ini kerjasama antar individu harus seirama dan menciptakan sebuah keharmonisan. Suci sendiri adalah mahasiswa tingat dua (2) dan Ririn adalah mahasiswa tingkat satu (1) dari Prodi PBSI,” ungkapnya.

Proses dan pengalaman ini sama dengan yang dialami oleh Dewi Listiawati mahasiswa PBSI tingkat empat (4) yang meluangkan waktunya untuk mengikuti lomba ditengah kesibukan menyusun skripsi. Sejak mendapatkan informasi bahwa ada lomba Pasanggiri Jaipongan Menuju Bentang Jabar  yang diadakan di Trans Mart Cirebon tanggal 8 Maret 2020, Dewi langsung giat latihan dan mempersiapkan perlombaan. “Terhitung kurang lebih dua minggu sampai hari lomba dewi yang memilih kategori tunggal mencoba mencari hal unik dalam tari jaipong. Tari Jaipong Maung Lunglai dipilih untuk mengikuti lomba tersebut. Gerakan dalam tarian ini dinilai Dewi unik dan memiliki nilai kesulitan tersendiri gerakan yang tegas namun harus luwes dan seperti namanya ada beberapa gerakan lunglai yang membuat proses latihan cukup menguras tenaga. Ditambah lagi Dewi sendiri harus melatih anak-anak di sanggar seni Dewi Sukma yang sama mempersiapkan untuk lomba di hari yang sama,” tuturnya.

Diakhir keterangannya, proses dan kerja keras dari Dewi ini ternyata membuahkan hasil yang cukup manis. Ia mendapatkan juara satu kategori tunggal dan berhak melaju ke tingkat Jawa Barat yang akan dilaksanakan di Cimahi Mall tanggal 14 – 15 Maret 2020. Dan sekarang Dewi sedang mempersiapkan untuk hal tersebut agar bisa kembali berjaya di tingkat yang lebih tinggi.

“Suci, Ririn, dan Dewi adalah sosok mahasiswa yang patut diberi apresiasi karena mampu melestarikan budaya Jaipong milik orang sunda dan sekaligus menjadi mahasiswa. Mereka mampu membuktikan bahwa mereka bukan hanya menjadi mahasiswa Kupu-Kupu, ditambah lagi Dewi yang aktif melatih anak-anak menari,” pungkasnya. (Rilis Dapur Sastra / PBSI / FKIP / red)

Bagikan berita ini :

Berita Terbaru

Informasi Terbaru

Agenda Terbaru